Hari Minggu Paskah II
sekarang disebut Hari Minggu Kerahiman Ilahi. Kerahiman sering disamakan
dengan Belas kasih, menterjemahkan kata merciful. Kata belas kasih
seringkali diasosikan dengan tindakan lembut, tanpa kekerasan rasa
kasihan dan sejenisnya. Tetapi kata kerahiman punya nuansa lain. Berasal
dari kata ‘rahim’, tempat benih kehidupan diterima, dipelihara dan
ditumbuhkan. Jadi lebih dari sekedar rasa kasihan, tindakan lembut dan
tanpa kekerasan, Kerahiman Ilahi nampak dalam tindakan Allah yang
menerima, memelihara dan menumbuhkan hidup manusia semakin dekat dengan
Allah. Hal ini ditampakkan pada Injil hari ini.
Penampakan pertama Tuhan Yesus kepada para murid memberi kuasa Roh
Kudus untuk mengampuni dosa. Pertama kali menampakkan diri kepada para
murid, Tuhan Yesus tidak memarahi mereka karena tidak setia; tidak
menyuruh mereka membaptis atau mewartakan Injil; Yesus memberi mereka
kuasa mengampuni dosa. Yesus yang bangkit, membebaskan manusia dari
kuasa si jahat. Karena itu manusia diajak saling membantu membebaskan
diri dari si jahat. Menerima Sakramen Tobat adalah pernyataan kesediaan
manusia membebaskan diri dari si jahat. Semua usaha untuk mengurangi
kejahatan di dunia, baik dari diri sendiri mau pun yang dialami orang
lain, merupakan ungkapan kerahiman Allah, yang mau membebaskan kita dari
kejahatan.
Penampakan kedua Yesus, bukan untuk menegur atau mempermalukan
Thomas. Tuhan Yesus mau menegaskan pentingnya pengalaman iman dan
kepercayaan akan Yesus yang bangkit bagi setiap orang yang mau percaya
kepada Yesus. Tanpa pengalaman iman akan Yesus yang sengsara dan
bangkit, sangat berat bagi orang yang mau melepaskan diri dari
kejahatan. Kuasa jahat sudah meresap jauh kedalam dunia dan juga sudah
menguasai diri kita lewat berbagai kebiasaan buruk. Berusaha dengan
kekuatan kita sendiri, batasnya adalah kepentingan diri dan keamanan
diri kita. Banyak kali kita tidak mau merugikan kepentingan diri atau
membahayakan keamanan diri kita dalam berjuang melawan kejahatan. Tanpa
iman dan pengalaman bahwa Tuhan Yesus sudah mengalami sengsara dan
kematian dan bahwa Allah sudah membangkitkan Yesus, tidak mungkin ada
kesediaan untuk mengurbankan kepentingan dan keamanan diri sendiri demi
keselamatan diri atau keselamatan sesama.
Seorang ibu sedang mengamati sebuah perahu yang berlayar keluar
teluk. Perahu itu melaju lancar sejenak; tetapi saat angin berganti
arah, layar perahu itu menjadi tidak berguna, perahunya melambat sampai
hampir berhenti. Kapten kapal mengalihkan kemudi dan mengarahkan perahu
itu kembali kea rah angin. Layarnya menangkap angin dan segera perahu
itu meluncur meninggalkan pelabuhan. Ibu itu melihat kesejajaran antara
kapal dan angin dengan hidupnya sendiri. Saya hidup dalam situasi yang
menyebabkan kekacauan batin dan penderitaan. Saya merasa seperti kain
layar, berkepak karena angin tapi tidak terarah kemana-mana. Ketika
suami yang sudah 22 tahun hidup bersama, meninggal, saya merasa ketidak
mampuan dan berbagai pertanyaan yang tak terjawab memenuhi hati saya.
Ada perjuangan untuk menyeimbangkan karier dengan menjadi ibu yang baik
untuk kedua anak laki-laki saya. Jam kerja yang panjang membuat saya
lelah dan tidak sabaran. Saya merindukan hari-hari bahagia yang tenang
pada saat saya harus melawan angin atau berperang dengan kesakitan dalam
hati saya. Mengapa duniaku tiba-tiba berubah? Kemarahan menghabiskan
tenagaku. Dalam keputus asaan saya menyemprot Tuhan. “Tuhan, pergikan rasa sakit ini. Mengapa hal-hal ini terjadi kepada saya?” dan…
situasi tidak berubah. Pertanyaanku tidak terjawab. Tuhan nampaknya
diam dan tak terjangkau. Saya tetap berusaha mencari jawabnya. Saya
tercabik dan terpecah. Tak sempat berhenti untuk mendengar suara Tuhan
dalam keheningan. Tetapi sesudah beberapa waktu, suati peristiwa penting
terjadi. Saya berhenti menghindari masalah dalam hidup dan menyalahkan
Tuhan. Saya mencoba pendekatan lain. Mungkin yang saya tuduhkan sebagai
kekurang perhatian Tuhan, sebenarnya adalah kekurang mampuann saya untuk
mendengarkan Tuhan. Saya belajar untuk mengikuti angin, bukannya
menghindari atau melawannya. Seperti perahu itu yang kembali mengikuti
arah angin, saya memutuskan untuk menemukan sukacita ditengah situasi
hidup saya. Bukannya meminta Tuhan untuk menghapus masalah saya, saya
berdoa agar Tuhan berdiri disisiku melalui segala cobaan it. Kemudian
saya menyediakan waktu untuk mendengar jawabanNya. Saya menetapkan waktu
untuk mendengarkan Sabdanya tiap hari, bagaimana pun padatnya jadwal
saya. Meskipun saya masih orang tua tunggal yang berjuang menyeimbangkan
keuangan saya, berhadapan dengan para remaja, saya tidak merasa
kewalahan lagi. Saya bersandar pada KuasaNya untuk membimbing saya
menemukan damai yang saya cari selama ini.[1]
Allah yang maharahim tidak hanya merasa kasihan pada kita dan dunia.
Allah memang bersabar terhadap segala dosa dan kesalahan kita. Allah
dengan sabar mendengarkan segala doa, rintihan dan rengekan kita dan
memberi berkatNya untuk menguatkan kita. Tetapi perhatian utama Allah
ialah pada kehidupan kita, pertumbuhan hidup kita, semakin matang,
semakin mendekat pada Dia. Jadi Allah tentu juga perduli dan perhatian
pada soal keuangan, masalah keluarga, sakit yang kita derita. Seperti
yang dialami ibu itu. Tetapi seperti ibu itu, yang ditumbuhkan dalam
kesadarannya; Allah ingin dan mengusahakan agar kita mengalami dan
menikmati buah penebusan Kristus: dibebaskan dari kuasa si jahat. Hidup,
berjuang dan semakin tumbuh mendekati Allah, Bapa kita.
Semoga Paskah menegaskan kepada kita kasihNya, membuat kita semakin
mantap menjalani hidup baru bersama Kristus. Mengalahkan kejahatan dan
berjuang semakin dekat dengan Bapa. Amin.