Pertanyaannya, kalau begitu lantas harus bagaimana?
Sumber penting Sesawi. Net
di kalangan hirarki Gereja Katolik Indonesia menyebutkan, dalam waktu
dekat ini diharapkan sudah ada nama kardinal baru untuk Indonesia.
Selain untuk mengisi ‘kekosongan’ perwakilan Indonesia untuk koklaf yang
akan berlangsung pertengahan Maret 2013 ini, urgensi mendapatkan
kardinal baru untuk Gereja Katolik Indonesia ini juga penting karena
kondisi kesehatan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang kurang prima saat
ini.
Nah, siapakah para uskup kita yang dianggap paling berpotensi mendapatkan ‘gelar kehormatan’ dari Tahta Suci sebagai kardinal ini?
Sekali
lagi, sumber penting ini mengatakan bahwa saat ini ada setidaknya tiga
uskup di belahan daratan Pulau Jawa yang sudah ‘dilirik” Vatikan untuk
segera bisa diumumkan sebagai kardinal baru untuk Indonesia.
Ketiga uskup di Tanah Jawa ini, kata sumber penting ini, adalah Uskup Agung Diosis
Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo Pr, Uskup Agung Diosis Semarang Mgr.
Johannes Pujasumarta Pr, dan Uskup Diosis Purwokerto Mgr. Julianus
Sunarka SJ.
Mari
kita bahas sedikit tentang probabilitas ketiga uskup di Tanah Jawa ini
dengan perspektif “kepentingan umum” Gereja Katolik Indonesia, Vatikan,
dan peta politik dalam negeri serta hubungan bilateral
Indonesia-Vatikan.
Mgr. Julianus Sunarka SJ
Mgr.
Julianus Sunarka SJ adalah satu-satunya uskup Jesuit di antara tiga
kandidat kardinal baru ini. Usianya sudah “senja” dan tahun ini genap
berusia 71 tahun.
Beliau kelahiran Godean, Yogyakarta, tanggal 25 Desember 1941.Selain cerdas dan sangat piawai dalam urusan pengelolaan keuangan karena pernah menjadi Bendahara Keuskupan Agung Semarang era Kardinal
Julius Darmaatmadja SJ menjadi Uskup Agung Semarang dan Bendahara
Provinsi SJ Indonesia, Uskup Jesuit ini juga memiliki ‘keahlian’
tambahan di bidang supranatural yakni mendeteksi sumber mata air.
Untuk
urusan yang satu ini, Uskup yang menyelesaikan studi filsafat dan
teologi di Negeri Belanda ini dibilang sangat ‘laris’ memenuhi undangan
berbagai kalangan untuk membantu menemukan sumber mata air. Terutama di
tempat-tempat yang kering kerontang dan susah mendapatkan air.
Dikenal sebagai uskup eksentrik dan ceplas-ceplos serta lugas dalam berbicara, Mgr. Julianus Sunarka dikenal suka blusukan melakukan
reksa pastoral di kawasan pedesaan tanpa harus memakai embel-embel
atribut keuskupan. Yang beliau sukai justru memakai iket kepala khas Banyumas, tak terkecuali ketika memimpin ekaristi: berbusana uskup lengkap dengan iket ini.
Terhadap para imam, Mgr. Julianus Sunarka juga tidak wigah-wigih mengingatkan agar para imam tetap setia dengan panggilan imamatnya yang salah satunya ditandai dengan setia hidup wadag alias selibat (tidak menikah dan melakukan hubungan intim).
Di
berbagai kesempatan, tanpa tedeng aling-aling Mgr. Sunarka SJ suka
ceplas-ceplos mengatakan, setia-tidaknya para imam menekuni panggilan
imamatnya dengan berselibat sangat ditentukan oleh dua paduan penting
ini: berdoa-refleksi dan disiplin dalam manajemen syahwat.
“Jaga
risletingmu jangan pernah dibuka sembarangan,” ujarnya ceplas-ceplos
mengingatkan para imam agar jangan suka mengumbar ‘burung’ di hadapan
ibu-ibu atau wanita muda.
Sebelum
dimutasi Tahta Suci menjadi Uskup Agung Semarang, Mgr. Johannes
Pujasumarta Pr adalah Uskup Bandung. Putra daerah asli Surakarta (Solo)
ini kelahiran 27 Desember 1949 dan tahun ini berarti genap berusia 63
tahun.
Bertahun-tahun lamanya dan jauh sebelum menjadi Uskup, Mgr. Puja lebih banyak menghabiskan tahun-tahun kehidupannya sebagai seorang formator (pendidik) seminaris.
Waktu
Kardinal Julius Darmaaatmadja menjadi Rektor Seminari Mertoyudan
(1978-1980) dan kemudian terpilih menjadi Provinsial SJ Provinsi
Indonesia, Mgr. Pujasumarta Pr menjadi Pamong Umum di Seminari Mertoyudan sekaligus romo pamong untuk para seminari Medan Madya II.
Selain
dikenal sangat sederhana dan hidup bersahaja, saat menjadi Romo Pamong
Umum dan Romo Pamong Medan Madya II, Mgr. Puja tak jarang ikut turun ke
kebun mencangkul bersama para seminaris. Beliau juga mengajari para
seminari melakukan teknik mencukur ketika berlangsung ekstrakurikuler tonsor. Juga mengajari seminaris menjilid kertas dan buku dengan teknik memakai jahitan dan lem khusus.
Seminaris yang punya hobi menulis, Mgr. Pujasumarta mengajari mereka menulis dengan bahasa Jawa dan Indonesia. Juga mengajari mereka mengetik cepat dengan 10 jari dan membuat diktat stensilan dengan mesin offset sederhana.
Berlepotan
dengan tinta hitam Gestetner dan lumpur tanah adalah dunia kerja Mgr.
Pujasumarta ketika menjadi formator di Seminari Mertoyudan.
Adalah Mgr. Pujasumarta juga yang kemudian meneruskan jejak pendahulunya menjadi romo magister untuk frater-frater praja KAS di Wisma Tahun Rohani Jangli di Banyumanik, Semarang Selatan. Beberapa tahun lamanya juga menjadi staf
formator di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta selepas
menyelesaikan program studi doktoralnya bidang spiritualitas di Roma.
Sebelum akhirnya diangkat Tahta Suci menjadi Uskup Diosis Bandung, Mgr. Pujasumarta adalah
Vikaris Jenderal KAS saat Mgr. Ignatius Suharyo menjadi Uskup Agung
Semarang menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang dimutasi
Vatikan menjadi Uskup Agung Jakarta.
Mgr. Pujasumarta Pr pernah
menjabat Rektor Seminari Tinggi Kentungan, Yogyakarta dan menjadi
pastur paroki di beberapa gereja di KAS. Yang paling unik dan fenomenal
dari seorang Uskup bernama Mgr. Johannes Pujasumarta Pr adalah
dinamisnya beliau menulis apa-apa saja yang beliau alama dalam
keseharianya dalam sebuah reportase, renungan, opini. Internet bukan
barang tabu bagi Mgr. Johannes Pujasumarta Pr, bahkan sebaliknya melihat
gadget komunikasi modern ini sebagai alat pewartaan iman yang sangat efektif.
Dikenal luas sebagai Uskup yang tidak gaptek dengan BBM, Mgr.
Pujasumarta barangkali satu uskup di Indonesia yang paling top,
pertama, dan gencar serta aktif mengirim berita ke berbagai milis
katolik melalui jaringan internet.
Mgr. Johannes Pujasumarta Pr adalah adik kandung Romo Ismartono SJ.
Mgr. Ignatius Suharyo Pr
Nyaris sama dengan Mgr. Johannes Pujasumarta Pr, Uskup Agung Diosis Jakarta saat ini yakni Mgr. Ignatius Suharyo Pr bertahun-tahun lamanya lebih banyak berkarya di bidang formation untuk para frater.
Sebagai dosen mata kuliah KS Perjanjian Baru sesuai keahliannya sebagai teologi alkitabiah lulusan Roma, Mgr. Ignatius Suharyo Pr menjalani tahun-tahun hidupnya sebagai staf pembimbing sekaligus pendidik di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta.
Sebagai dosen teologi alkitabiah dengan mata kuliah KS Perjanjian Baru, Mgr. Suharyo dikenal tangkas dalam merumuskan dan membeberkan “sejarah penyelamatan” dari A to Z mulai dari Perjanjian Lama sampai akhirnya Perjanjian Baru.
Adalah Mgr. Suharyo yang paling gencar mempopulerkan kisah
panjang sejarah penyelamatan Allah itu dalam satu-dua kata kunci yakni
“datangnya Kerajaan Allah” dimana terjadilah syaloom antara manusia
dengan Allah; manusia dengan sesamanya; dan manusia dengan alam semesta.
Bersama
Mgr. Suharyo, belajar KS Perjanjian Baru adalah hari-hari menyenangkan
karena teologi menjadi sesuatu hal yang inspiratif. Dari tangan Mgr.
Suharyo inilah banyak buku tentang alkitab diterbitkan.
Lahir
di Sedayu, Yogyakarta di belahan Barat, 9 Juli 1950 dari keluarga
“produsen” imam dan suster, Mgr. Suharyo dikenal sebagai pribadi yang miyayeni yang dalam konteks filsafat Jawa berarti berperilaku sangat tenang, kalem, lurus-lurus saja, namun tedas dalam artian tangkas dan cepat tanggap merespon segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
Karena
itu, sebagai dosen dan scriptor unggul di bidang KS Perjanjian Baru,
rasanya bukan ‘resep khas” Mgr. Ignatius Suharyo kalau tidak pintar
memakai anekdot-anekdot lucu atau berbagai peristiwa biasa sebagai
ilustrasi pengajaran. Satu hal lagi yang paling khas pada beliau adalah
sering melucu dan juga menyindir apa saja secara halus tanpa terlebih
dahulu tersenyum.
“Pokoke canthas dan cespleng,
kalau bicara soal Mgr. Suharyo dalam kepintarannya menyitir persoalan
sosial atau menembak seseorang secara halus tapi kena tepat sasaran dan
orang yang disindir pun juga tidak sakit hati,” kenang seorang romo yang
sangat mengenal Mgr. Suharyo.
Dipercaya
Tahta Suci Vatikan menjadi Uskup Agung Semarang menggantikan
pendahulunya Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang dimutasi ke KAJ,
ternyata selang 13 tahun kemudian rotasi yang sama juga dialami Mgr.
Suharyo. Beliau dimutasi ke KAJ, lagi-lagi menggantikan Kardinal yang memutuskan pensiun karena faktor usia.
Ketika
terjadi rotasi—mutasi di Keuskupan Bandung dimana Mgr. Pujasumarta
ditugaskan Tahta Suci memimpin Diosis Semarang yang ditinggalkan Mgr.
Suharyo, maka Diosis Bandung yang ditinggalkan Mgr. Puja akhirnya jatuh pula ke tangan Mgr. Suharyo.
Pada
Sidang Tahunan KWI November 2012 lalu, Mgr. Ignatius Suharyo Pr
mendapat mandat kepercayaan dari para waligereja Indonesia menjadi Ketua
Presidium KWI.
Jadi
di atas pundak Mgr. Ignatius Suharyo Pr sekarang ini ada tiga tugas
penting yang beliau tangani: Diosis KAJ, Diosis Bandung, Markas Besar
TNI Cilangkap dalam kapasitasnya sebagai Uskup Militer Indonesia
menggantikan posisi jabatan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ.
Nah, siapa dari ketiga uskup di Tanah Jawa ini yang akan segera ditunjuk Vatikan menjadi kardinal baru?
Tidak
tahu. Tapi kalau dilihat dari perspektif kepentingan Gereja Katolik
Indonesia, hubungan Gereja Katolik Indonesia-Vatikan dan pemerintah
RI-Tahta Suci, di atas kertas memanglah kans Mgr. Ignatius Suharyo Pr
menjadi kardinal baru sangatlah besar.
Photo credit: Majalah Hidup; Romo Noegroho Agoeng Pr (Komsos KAS); Pena Indonesia, Seminari Tinggi Kentungan, Mathias Hariyadi