Paus Benediktus XVI menyampaikan petuah terakhirnya di hadapan puluhan ribu umat yang hadir di Lapangan Santo Petrus.
Ratzinger demikian nama Paus Benediktus XVI, menyapa para peziarah
yang sudah sejak pukul 07.00 pagi waktu Roma, sudah memenuhi Via della
Conciliazione, ruas jalan panjang membujur dari Lapangan Santo Petrus
hingga sungai Tiber.
Sebagaimana diutarakan Pastor Markus SVD langsung dari Roma
mengungkapkan Lapangan Santo Petrus seperti digenangi lautan manusia.
Para peziarah melambai-lambaikan berbagai bentuk dan ragam spanduk
dengan tulisan bermacam-macam, seperti “Grazie Santo Padre” (Terima
kasih Bapa Suci), atau “Arrivederci” (Sampai jumpa lagi), atau “Perga
per noi” (doakan kami), dan berbagai tulisan dalam berbagai bahasa.
Para peziarah pun tidak henti-hentinya meneriakkan yel-yel
“Benedetto”, nama Sri Paus dalam bahasa Italia. Kadang pula terdengar
teriakan “Viva il Papa” dan diikuti oleh paduan suara campur yang
menggetarkan suasana pagi ini.
Menurut Pastor Markus, tepat pukul 10.35 pagi waktu Roma, Papa Mobil
meluncur pelan, masuk ke Lapangan Santo Petrus dari samping kanan
Basilika. Di belakangnya duduk Sekretaris pribadi, Mons. Georg
Gaenswein, yang sudah ditahbiskan beliau sendiri menjadi Uskup Agung
tanggal 6 Januari lalu dan merangkap Kepala Rumah Tangga (Prefettura)
Sri Paus.
Ketika melihat Papa Mobil, massa semakin kuat dan ramai meneriakkan
yel-yel seraya bertepuk tangan meriah. Setelah melewati beberapa blok
untuk menyalami massa dan disaluti oleh Musik Militer dari wilayah
kelahirannya, Bavaria, Jerman, beliau naik ke Singgahsana, sebuah Kursi
putih yang sudah akrab dengannya sejak 8 tahun ini.
Seperti biasa, sebelum duduk, beliau merentangkan kedua tangan ke
arah para hadirin, seolah-olah ingin merangkul mereka satu persatu.
”Delapan tahun lalu, ketika sudah jelas bahwa diri saya terpilih
menjadi Paus, pertanyaan yang dominan di dalam hati saya adalah: Tuhan,
apa yang Kau inginkan dariku? Mengapa Engkau memilih saya? Saya tahu
bahwa sejak itu saya memikul beban berat di pundakku,” ucap Paus, Radio
Vatikan melansir.
Lanjut Paus, delapan tahun yang lalu adalah tahun-tahun yang indah
dan penuh arti. Tetapi juga masa-masa penuh tantangan, sehingga Gereja
ibarat bahtera para rasul yang terombang-ambing di danau Genesaret.
Badai dan gelombang menerjang menimbulkan rasa takut dan panik, dan
Tuhan tidur di buritan.
Tetapi syukur, Tuhan tidak meninggalkan bahtera ini, karena bahtera
ini bukan milik kita manusia atau milik saya pribadi, tetapi milik Tuhan
sendiri. Mendengar itu, massa bertepuk tangan ramai sambil meneriakkan
nama Sri Paus. Benediktus sadar bahwa selama masa bakti, Tuhan
senantiasa dekat dengan umatNya dan menganugerahkan segala yang perlu
untuk kemajuan GerejaNya.
Sri Paus juga mengungkapkan terima kasih kepada para pekerjanya di
Tahta Suci Vatikan dan seluruh umat yang tersebar di seluruh dunia.
Selama masa jabatannya, beliau betul merasakan dukungan dan kedekatan
umat Katolik sejagad, sekalipun banyak dari mereka yang belum pernah
berjumpa dengannya secara langsung.
Menjelang sambutannya yang berdurasi kurang lebih 20 menit itu,
beliau meneguhkan hati dan iman umat Katolik sedunia. Katanya dalam nada
getar:
“Saya pergi. Itu keputusan yang saya ambil dengan sukarela. Tetapi
kamu harus tetap riang gembira di dalam iman. Saya pergi bukan untuk
urusan pribadi. Saya pergi untuk membaktikan diri kepada doa untuk
Gereja kita yang kita cintai ini. Tuhan yang memanggil kita ke dalam
satu komunitas iman, akan tetap bersama kita, memenuhi hati kita dengan
harapan dan menyinari kita dengan kasihNya tanpa batas.”
Paus juga menyampaikan ucapan terimakasihnya kepada seluruh umat dan
warga dunia yang selama ini mendukung tugas perutusannya dalam doa dan
kehadiran mereka masing-masing.
“Paus milik semua orang, dan begitu banyak orang merasa sangat dekat.
Ini benar bahwa saya menerima surat dari tokoh-tokoh terbesar dunia –
dari Kepala Negara, tokoh agama, perwakilan dari dunia budaya dan
sebagainya. Saya juga menerima banyak surat dari orang-orang biasa yang
menulis kepada saya dari hati mereka,” ucapnya.
“Ini adalah buah dari iman pada kehendak Tuhan dan cinta yang
mendalam dari Gereja Kristus. Saya akan terus bersama Gereja dalam
doa-doa saya.”
“Dan saya mengajak Anda masing-masing untuk berdoa bagi saya dan untuk Paus yang baru,” pesannya.
Usai sambutan terakhir ini, hadirin yang saat itu sudah membludak
hingga ujung Via della Conciliazione berdiri, memberikan aplaus panjang.
Lambaian bendera-bendera dan spanduk-spanduk kelihatan semakin tenang
pertanda sedih. Sri Paus pun berdiri, melambaikan tangan kepada hadirin.
Sebuah momentum kuat yang sempat menuai deraian air mata.
Upacara dilanjutkan dengan penyampaian ucapan Salam pisah dan terima
kasih dari para hadirin yang diwakili melalui kelompok bahasa Inggris,
Italia, Jerman, Spanyol, Portugis, Polandia dan Arab.
Di akhir audiensi, Sri Paus dan hadirin bersama-sama menyanyikan lagu
Bapa Kami di dalam bahasa Latin. Lalu beliau menutup dengan berkat
terakhirnya sebagai Paus.
Beliau turun tahta. Berjalan menuju Papa Mobil, mengambil tempat
duduk. Papa Mobil turun perlahan dari pelataran Basilika menuju hadirin.
Tahtanya, Kursi putih, tinggal kosong.
Sri Paus bergerak keluar, diiringi aplaus panjang, memanggil-manggil
namanya dan seraya air mata tetap berderai. Di atas Papa Mobil beliau
terus merentangkan kedua tangannya, seakan-akan ingin membawa pergi
sekitar 200.000-an hadirin bersamanya.
Rangkulan lengannya tentu terlalu pendek untuk jumlah sebesar ini,
apalagi untuk umat Katolik sedunia. Tetapi di dalam doa dari atas bukti
Mons Vaticanus, beliau dan seluruh umat Katolik di lima benua akan tetap
bersatu.
Paus Benediktus XVI juga menyampaikan terimakasihnya kepada seluruh
umat katolik dan warga dunia atas semua kasih dan doa untuknya. “Untuk
Anda dan keluarga Anda, saya memberikan berkat saya. Terima kasih!” seru
Paus.
(Source: http://www.tribunnews.com/)