Kalau Anda berjumpa dengan sesama yang menderita, apa yang akan Anda lakukan? Anda biarkan saja atau Anda membantunya?
Suatu siang seorang bapak berjalan-jalan sambil makan roti. Ia
melewati trotoar di mana beberapa pengemis duduk berderet-deret. Secara
tidak sengaja, bapak itu menjatuhkan sekeping roti. Ia berjalan terus
meninggalkan tempat itu.
Setelah agak jauh, ia menoleh ke belakang. Ia heran luar biasa.
Beberapa anak yang berlepotan keringat sedang mengerubungi sepotong roti
itu. Padahal roti itu sudah kotor. Ia merasa prihatin atas kondisi itu.
Ia segera kembali ke tempat anak-anak itu berkerumun. Ia mengamati
wajah mereka satu per satu. Air matanya kemudian jatuh membasahi
wajahnya.
Bapak itu kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribu
rupiah. Tanpa pikir panjang, ia membagikan uang itu kepada anak-anak
itu. Ia meminta mereka untuk membeli makan siang, agar mereka tidak
perlu memungut makanan yang dibuang orang. Namun anak-anak itu malah
menertawakannya. Mereka memandang dirinya sebagai orang yang aneh.
Mengapa? Karena mereka sudah biasa melakukan hal seperti itu. Mereka
hidup dari makanan yang dibuang orang.
Bapak itu semakin heran mendengar pernyataan mereka. Ia tidak habis
pikir, mengapa mereka punya prinsip hidup seperti itu. Bukankah manusia
mesti punya prinsip untuk membebaskan diri dari kemiskinan hidup? Sejak
itu, bapak itu memutuskan untuk berjuang bagi pengentasan orang-orang
miskin.
Sahabat, pengalaman hidup bersentuhan dengan sesama membantu orang
untuk menyadari betapa mulia martabat manusia itu. Begitu menyadari
berharganya martabat manusia, orang kemudian bergerak untuk
menyelamatkan martabat manusia ketika mengalami penindasan. Tentu saja
penindasan itu tidak hanya terjadi secara fisik. Orang yang miskin juga
mengalami penindasan, karena kekurangan sandang, pangan dan papan. Orang
miskin mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya secara
leluasa, karena kekurangan yang dimilikinya.
Kisah tadi mengatakan kepada kita bahwa orang mesti memiliki
kepedulian terhadap sesamanya. Orang tidak bisa membiarkan sesamanya
lapar dan haus. Orang tidak bisa membiarkan sesamanya mengalami
penderitaan dalam hidupnya. Untuk itu, orang mesti mendidik dirinya
untuk menjadi mudah tersentuh oleh situasi hidup sesamanya.
Orang beriman senantiasa dipanggil untuk punya kepedulian terhadap
sesamanya. Mengapa? Karena orang beriman telah diciptakan dengan hati
yang lembut. Hati itu digunakan untuk mudah tersentuh oleh penderitaan
sesamanya. Memang, tidak mudah orang memiliki hati yang mudah tersentuh
oleh penderitaan sesamanya. Namun kita bisa belajar dari pengalaman
sesama kita yang peduli terhadap hidup sesamanya.
Mari kita bersyukur atas indahnya hidup ini. Sambil bersyukur, kita
mendidik hati kita untuk mudah tersentuh oleh penderitaan sesama kita.
Dengan demikian, hidup ini semakin baik dan indah.
Tuhan memberkati.