SETELAH hiruk-pikuk berita mengenai isu imunitas Kardinal
Joseph Ratzinger selepas lengser keprabon sebagai Uskup Roma sekaligus
Paus, kini ada saatnya kita bicara tentang konklaf. Acara penting dengan
agenda utama memilih Paus baru ini sudah direncanakan harus digelar
selambat-lambatnya pertengah Maret 2013.
Mari kita bahas tahapan konklaf:
1. Vatikan memanggil semua Kardinal
Hal pertama-tama yang harus dilakukan Vatikan adalah memanggil semua
Kardinal dari seluruh dunia untuk segera datang menghadiri hajatan
gerejani maha penting ini. Kardinal ini resminya bukan sebuah ‘jabatan
hirarkis’, melainkan lebih merupakan sebuah ‘gelar kehormatan’ yang
dianugerahkan Tahta Suci kepada para pastur dengan kualifikasi
bermartabat, suci, dan loyal kepada Vatikan.
Untuk menjadi seorang kardinal, Vatikan-lah yang punya ‘kuasa’ untuk
menetapkan seorang imam apakah dianggap layak dinobatkan menjadi
‘pangeran’ Vatikan ini. Jadi, kardinal tidak selalu harus diberikan
kepada seorang uskup yang memerintah sebuah wilayah gerejani ( diosis)
tertentu.
Kardinal juga bukan sebuah ‘gelar’ yang diperoleh dari sebuah
tahbisan. Monsinyur biasanya ditambahkan kepada seorang uskup lantaran
mendapat tahbisan uskup. Tidak ada tahbisan kardinal. Namun, bisa juga
seorang pastur ‘biasa’ lalu mendapat panggilan titular sebagai Monsinyur
karena posisi jabatan atau kerja fungsionalnya yang strategis berikut
jasanya yang gemilang bagi Gereja.
Di Indonesia, titel Monsinyur titular diberikan kepada Mgr. V.
Kartasiswaja Pr, mantan Sekretaris Jenderal MAWI (Majelis Waligereja
Indonesia), kini menjadi KWI. Mgr. V. Kartasiswaya beberapa tahun
lamanya menjadi ‘orang penting’ di KWI, setelah sebelumnya menjadi
dosen hukum Gereja di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan,
Yogyakarta.
Kini, Mgr. V. Kartasiswaya yang sudah sepuh meniti hari-harinya di Domus Pacis –wisma romo-romo sepuh- di Yogyakarta.
Untuk urusan konklaf pertengahan Maret mendatang, Vatikan hanya akan
mengundang Kardinal Julius Darmaatmadja, mantan Uskup Agung Jakarta dan
Semarang. Sekalipun menjabat Ketua KWI, Vatikan tidak akan mengundang
Mgr. Ignatius Suharyo Pr datang menghadiri konklaf, karena beliau bukan
seorang Kardinal.
2. Konklaf super rahasia
Acara utama konklaf adalah serangkaian tahapan pemilihan (seleksi)
paus baru. Diselenggarakan dengan kaidah ketat yakni super rahasia.
3. Pemungutan suara
Pemungutan suara adalah ‘acara inti’ konklaf dimana 203 orang
Kardinal dari seluruh dunia akan memberikan hak suaranya untuk memilih
satu di antara “college of cardinals” yang mereka anggap paling layak
dan bermartabat untuk bisa dijadikan Paus. College of Cardinal sudah
barang tentu terdiri dari para kardinal senior –baik dari segi umur
maupun pengaruh mondialnya—dan mereka biasanya adalah para uskup
tertahbis yang kemudian mendapat ‘gelar kehormatan’ Kardinal.
Namun aturan konklaf yang mulai berlaku sejak tahun 1975 membuat
amandemen penting, konklaf hanya akan menyertakan pesertanya yakni para
kardinal dari seluruh dunia yang umurnya tidak lebih dari 80. Karena
itu, dari jumlah cardinal sebanyak 203 orang dari segala penjuru dunia
ini, nantinya hanya 120 Kardinal saja yang akhirnya datang memenuhi
undangan hadir pada Konklaf.
Nah, berbagai spekulasi pun bermunculan.
Saat ini, Ketua College of Cardinals adalah Kardinal Angelo Sodano
yang kini berumur 85 tahun. Karena usianya ini, beliau tidak ‘berhak’
lagi datang menghadiri Konklaf, sekalipun beliau sangat berpotensi bisa
menjadi Paus karena senioritasnya dalam banyak hal. Kedudukannya akan
digantikan oleh Kardinal Giovanni Battista Re.
Komposisi jumlah Kardinal yang berhak masuk ruang Konklaf adalah
sebagai berikut: 67 Kardinal adalah hasil pengangkatan Paus Benedictus
XVI; sisanya berjumlah 50 Kardinal adalah pengangkatan mendiang Beato
Paus Yohannes Paulus II.
Dari jumlah itu tercatat 61 Kardinal berasal dari Eropa (21 orang
Kardinal berdarah Italia), 19 Kardinal datang dari kawasan Amerika
Latin; 14 Kardinal dari kawasan Amerika Utara (Kanada dan Amerika
Serikat); 11 dari Asia dan satu Kardinal dari kawasan Oceania di Lautan
Pasifik.
Selama berlangsung periode vacuum of power di Vatikan pasca
pengunduran diri Paus mulai 28 Februari sampai waktu terpilihnya Paus
baru pertengahan Maret 2013, maka kekuasaan Tahta Suci akan berada di
tangan Kardinal Tarcisio Bertone. Dalam bahasa Italia, beliau akan
menjabat sebagai camerlengo.
Dalam posisinya sebagai camerlengo inilah, Kardinal Bertone akan
bertanggungjawab atas seluruh proses Konklaf pertengahan Maret
mendatang. Kardinal Joseph Ratzinger adalah camerlengo pada konklaf terakhir yang mana malah menjadikan dirinya sebagai Paus Benedictus XVI.
Dalam Konklaf ini pula, seluruh proses seleksi dilakukan dalam
prosedur protocol rahasia dan di bawah bimbingan Roh Kudus. Maka, para
Kardinal dilarang keras melakukan kontak dengan dunia luar; mereka hanya
dan hanya boleh sembahayang dan sembahyang saja.
Paus Yohannes Paulus II member amandemen proses konklaf yakni siapa
yang mendapat angka terbanyak, nama itulah yang ‘berhak’ menjadi Paus.
Namun, Paus Benedictus XVI mengubahnya di kemudian hari yakni kuota
harus ‘terpenuhi’ yakni 2/3 plus 1 dari semua keseluruhan peserta
konklaf yang menyetujui ‘kandidat potensial’ ini menjadi Paus.
Itu berarti, di sini ada unsur ‘diskresi bersama’ atau ‘musyawarah
untuk mufakat’. Pilihan terbaik tidak serta merta datang karena punya
suara terbanyak.
Dua dokter boleh masuk dalam ruangan konklaf, berikut sejumlah romo untuk mendengarkan pengakuan.
Seluruh proses seleksi Paus baru dalam Konklaf berlangsung di Kapel Sistina.
Begitu para Kardinal itu memasuki Kapel Sistina, mereka harus
mengucapkan sumpah untuk menjaga kerahasiaan proses seleksi tersebut.
Setelah semuanya mengucapkan sumpahnya, maka protokoler akan berseru
lantang extra omnes yang berarti semuanya harus segera keluar dari ruangan ini (tentunya ini tidak berlaku bagi para kardinal peserta Konklaf).
4. Proses seleksi
Di hadapan para kardinal akan diberikan semacam kertas khusus untuk proses seleksi.
Hari pertama hanya akan diberikan satu kertas seleksi. Hari kedua dan
ketiga akan diberikan dua kertas seleksi. Berbentuk persegi panjang,
kertas seleksi Konklaf ini berisi kata-kata berbahasa Latin yang
berbunyi: “Eligio in Summum Pontificem” yang kurang lebih berarti “Saya memilih (Kardinal ini) sebagai Paus”.

Begitu nama sudah ditulis, para Kardinal diminta segera melipat
kertas itu sehingga nama kandidat Paus baru yang dia ‘lirik’ tidak
sampai terlihat oleh para Kardinal lain.
Setelah diadakan pemungutan kertas-kertas suara dan dihitung sesuai
jumlah Kardinal yang hadir, maka satu-per-satu kertas bertuliskan “Eligio in Summum Pontificem” dibuka dan dibacakan bersama.
Dengan menggunakan jarum khusus, petugas protokoler akan menembus
kertas persis dimana tertulis kata “eligio” agar yang sudah ditembusi
jangan sampai terulang kembali pada kertas-kertas lainnya.
Kertas-kertas suara itu kemudian dibakar dan asapnya keluar melalui
sebuah cerobong kecil. Kalau asap itu berwarna hitam, berarti Konklaf
belum berhasil mencetak Paus Baru. Ketika asap yang keluar dari cerobong
itu berwarna putih, maka Paus baru pun berhasil terpilih.
Kalau proses pemungutan suara pertama belum mencapai kuota yang
diharuskan, maka proses kedua pemungutan suara dengan mekanisme prosedur
yang sama dilanjutkan dan demikian seterusnya sampai jumlah kuota suara
sah berhasil dicapai. (Bersambung)